Keprihatinan Mendalam
Kemiskinan disinyalir menjadi penyebab merosotnya moral BATAK. Kasus ini terjadi di Toba (seperti dikisahkan oleh Amang Ir. Parlin Sianipar M.S.c.). Selama sepuluh tahun di Toba, beliau sudah menangani seratus masalah yang sama. Anak diperkosa orang-orang terdekat, Paman, Ayah Kandung, Ompungnya!
Orang BATAK memegang prinsip Hamoraon, Hagabean, Hasangapon. Entah kapan prinsip ini dimulai saya tidak tahu namun menurut saya semboyan ini memiliki bahaya latent. Orang BATAK bisa saja menyusun penjelasan yang baik tentang makna Hamoraon, Hagabeon, Hansangapon tapi semboyan ini baiknya diredupkan karena mendorong orang untuk mengejar kekayaan hingga (bisa) lupa moralitas harus dijunjung di dalam mencari kekayaan.
Sesungguhnya terdapat semboyan yang lebih luhur; Somba Marhulahula, Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru yang dikenal dengan Dalihan Natolu. Ini lebih baik, mencegah relasi yang tidak pantas antara kerabat dekat, tentu jika ini dipahami dengan semangat roh adat BATAK yang murni.
Gereja seharusnya memiliki peran yang kuat dan kesempatan yang besar memperbaiki hal ini (mengutip Amang Sianipar di atas, 60%-70% adalah HKBP). Tentu tidak mengenyampingkan peran setiap orang. Mari merenungkan peristiwa ini dan mencoba mengulurkan tangan membantu. Banyak cara yang dapat kita lakukan. Mulai dengan peduli pada keluarga terdekat. Bantu, jangan sampai kita membiarkan kemiskinan akut di keluarga besar kita sementara kita bergembira menikmati Hamoraon! Ketidakpedulian kita adalah musuh terbesar! Membiarkan kemiskinan akut sementara Anda dapat mengatasinya adalah kesalahan besar!
Mendukung apa yang disampaikan oleh Amang Ir. Parlin Sianipar di atas kita dapat mendukung budaya Dalihan Natoulu (walaupun tentu tak perlulah harus menatap dinding ketika berbicara dengan Inang/Amang Bao). Sebagai orang Kristen Dalihan Natolu diperbaharui dengan "Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu" (Efesus 4:2)
-atob-
Komentar
Posting Komentar